Opini: Pilkada Morowali Utara, Pandemi Covid-19, dan Kerawanan Politik Uang
Penulis: Heandly Mangkali
Hari ini minggu 04 Oktober 2020 atau tepatnya 66 hari jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan dilaksanakan 09 desember 2020 mendatang, praktis semua pihak kembali bersiap menghadapi pilkada serentak ini.
Pilkada ditengah pandemi covid-19, dimana protokol kesehatan harus diterapkan maka tatap muka dan pertemuan dengan para kandidat pun praktis dibatasi. Tetapi kondisi ini tidak akan membatasi keinginan kita memiliki pemimpin yang lahir dari demokrasi yang berkualitas, sehingga keterbatasan waktu dan kesempatan bertemu, tidak akan membuat kita asal pilih pemimpin, tidak akan membuat kita memilih hanya berdasarkan apa yang kita terima.
Disini saya mengajak kita memilih pemimpin yang bisa dengar kita, atau boleh disebut pemimpin yang bisa kita tegur, bahkan bisa kita “marah” ketika apa yang dibuatnya tidak sesuai harapan kita.
Bagaimana kita bisa marah kepada pemimpin..?
Tentu jika kita tidak ingin suara kita dibeli dengan uang, atau apapun seperti sembako dan bentuk-bentuk lainnya. Karena jika kita menjual suara kita, maka kita tidak bisa banyak menuntut oleh karena suara kita sudah dibayar.
Maka pilihlah pemimpin yang tidak membayarmu, karena ketika pemimpin salah atau keliru mengambil kebijakan, kita punya hak untuk menegurnya bahkan marah.
Pilkada ditengah pandemi membuat terkadang kita sulit menghindari pihak-pihak tertentu yang berniat memainkan politik uang. Maka kata salah satu senior saya, ambil uangnya jika diberikan, tetapi tidak usah pilih orangnya, untuk sama-sama memberikan efek jera.
Dalam rillis Jawapos.com opini Afifuddin salah satu anggota Bawaslu RI menggambarkan, Kita menghadapi Penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi covid-19 yang kemudian membuat perhelatan tersebut bertambah jenis kerawanannya. Tidak hanya rawan dari hal lain selain tahapan pemilu (nonelektoral) karena faktor wabah,
Kerawanan bisa terindikasi juga secara teknis dan politis. Ini bisa dilihat dari temuan indeks kerawanan pemilihan (IKP) yang dipublikasikan pada Februari dan update IKP setelah wabah yang dirilis Juni 2020. Pada IKP yang dirilis di awal tahapan pilkada, dua isu yang cukup menonjol dalam menyumbang kerawanan pilkada adalah netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan politik uang (money politics). Sementara pada update IKP, terekam variabel nonelektoral, khususnya wabah Covid-19, sebagai pemicu kerawanan pilkada serentak 2020 ini.
Penulis adalah wartawan beritamorut.com