Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Kasat PolPP Morut Rangkap Jabatan Anggota BPD Koromatantu dan Jarang Aktif

60
×

Kasat PolPP Morut Rangkap Jabatan Anggota BPD Koromatantu dan Jarang Aktif

Sebarkan artikel ini
Example 728x250

Morowali Utara – Dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh seorang pejabat eselon 2 di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Morowali Utara (Morut) menuai sorotan tajam. Oknum yang saat ini menjabat sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat PolPP) Morut diduga masih tercatat sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Koromatantu, meskipun telah menduduki jabatan strategis di pemerintahan daerah.

Informasi ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan dari masyarakat yang mempertanyakan status rangkap jabatan pejabat tersebut. Menanggapi isu yang berkembang, Penjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulawesi Tengah, Adiman, SH., MSi, menyatakan bahwa evaluasi terhadap keanggotaan BPD sejatinya menjadi ranah masyarakat desa.

Example 300x600

“Kami belum tahu ketentuan lex spesialis terhadap syarat pencalonan BPD, karena BPD dipilih secara demokratis oleh masyarakat desa dari warga yang diajukan oleh masing-masing dusun. Karena BPD bukan berasal dari partai politik, tetapi perwakilan masyarakat dusun, syarat-syaratnya saya tidak tahu pasti,” ungkap Adiman melalui pesan WhatsApp pada Senin (4/3).

Lebih lanjut, Adiman menjelaskan bahwa apabila seorang anggota BPD tidak aktif dalam tugasnya di desa, evaluasi harus dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa. “Jika yang bersangkutan tidak aktif, evaluasi bisa dilakukan di desa, termasuk oleh masyarakat dari dusun mana dia dicalonkan menjadi anggota BPD,” tambahnya.

Dipertanyakan dari Segi Integritas dan Legalitas

Dugaan rangkap jabatan ini bukan sekadar permasalahan administratif, tetapi juga menyangkut integritas serta legalitas oknum pejabat yang bersangkutan. Dalam aturan perundang-undangan, BPD merupakan lembaga yang berperan dalam menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat, serta mengawasi jalannya pemerintahan desa. Seorang anggota BPD seharusnya menjalankan tugasnya secara penuh untuk memastikan kepentingan masyarakat tetap terakomodasi.

Namun, sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa pejabat tersebut tidak aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota BPD. “Dia jarang datang rapat, banyak maunya, dan hanya menerima gaji buta,” ungkap sumber tersebut kepada media ini pada Minggu (3/3).

Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pejabat bersangkutan tidak hanya melanggar etika pemerintahan, tetapi juga berpotensi menyalahgunakan wewenangnya. Jika benar masih menerima hak atau gaji sebagai anggota BPD tanpa menjalankan tugasnya, maka hal tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan tidak etis dan merugikan keuangan desa.

Regulasi Mengenai Rangkap Jabatan

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, terdapat aturan yang jelas mengenai rangkap jabatan, khususnya bagi pejabat yang sudah menduduki posisi tertentu di birokrasi pemerintahan. Meskipun regulasi mengenai anggota BPD belum sepenuhnya jelas terkait dengan pejabat daerah, prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menekankan bahwa pejabat publik harus fokus pada tugas dan tanggung jawab utama mereka.

Pasal 64 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa anggota BPD harus dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Jika ada anggota yang tidak aktif atau memiliki jabatan lain yang dapat mengganggu tugasnya, masyarakat dan pemerintah desa memiliki hak untuk melakukan evaluasi, bahkan memberhentikan anggota tersebut.

Dalam konteks ini, jika benar pejabat eselon 2 tersebut masih menjabat sebagai anggota BPD Koromatantu, maka perlu ada klarifikasi dari pihak terkait. Selain itu, masyarakat juga berhak meminta transparansi terkait apakah pejabat tersebut masih menerima hak keuangan dari posisi di BPD.

Desakan Evaluasi dan Tindakan Tegas

Kasus ini memunculkan tuntutan agar pemerintah daerah segera melakukan evaluasi terhadap status pejabat tersebut. Selain itu, masyarakat juga meminta adanya tindakan tegas apabila terbukti terjadi pelanggaran aturan atau penyalahgunaan wewenang.

“Ini bukan hanya soal rangkap jabatan, tapi juga soal etika pejabat publik. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah menduduki jabatan tinggi di Pemda masih tercatat sebagai anggota BPD? Ini harus segera dievaluasi,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Tuntutan serupa juga datang dari kalangan pemerhati pemerintahan daerah yang menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan serta profesionalisme dalam menjalankan tugas pemerintahan. Mereka berharap agar pemerintah provinsi maupun kabupaten segera melakukan investigasi dan memberikan kejelasan atas persoalan ini.

Menunggu Klarifikasi dari Pemda Morut

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemerintah Daerah Morowali Utara maupun dari pejabat yang bersangkutan. Masyarakat berharap agar pemerintah daerah dapat segera memberikan penjelasan yang transparan dan mengambil langkah tegas jika ditemukan adanya pelanggaran aturan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan adalah hal yang tidak bisa ditawar. Pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam menjalankan tugasnya, bukan malah menimbulkan polemik dengan tindakan yang meragukan. Apakah kasus ini akan ditindaklanjuti atau justru dibiarkan begitu saja? Semua mata kini tertuju pada langkah yang akan diambil oleh pemerintah daerah.

Example 728x250