Morowali Utara, – Konflik antara Kepala Desa (Kades) Maralee, Harman P, dengan rekan bisnisnya, Irmariani Sabolla alias Haji Anik, kembali mencuat dan semakin memanas. Perseteruan yang sebelumnya telah dilaporkan ke Polsek Petasia pada tahun 2024 kini dikabarkan akan kembali diadukan ke Polda Sulawesi Tengah (Sulteng).
Permasalahan yang menjadi inti sengketa antara keduanya melibatkan dugaan hutang piutang terkait pembelian lahan serta pemeliharaan sapi. Dalam keterangan kepada media ini yang disampaikan oleh Haji Anik, ia mengungkapkan bahwa Kades Maralee memiliki tanggungan keuangan terhadapnya, yang hingga kini belum terselesaikan. Salah satu bukti yang dipersoalkan adalah kwitansi pembelian lahan bertanggal 2 November 2021.
Dalam kwitansi tersebut, tertera transaksi pembelian lahan seluas satu hektare di Desa Tontowea dengan nilai Rp9.500.000. Penerima uang dalam kwitansi itu adalah Kades Maralee sendiri. Menurut Haji Anik, transaksi ini dilakukan atas tawaran dari Kades Maralee yang menawarkan lahan tersebut kepadanya.
“Pembelian lahan itu kades yang datang tawari saya. Begitu juga dengan pembelian sapi. Selama ini saya anggap tidak ada niat baik darinya, tidak ada komunikasi, baik melalui WhatsApp maupun telepon. Uang saya dengan dia ini nilainya bisa beli satu mobil Pajero, Pak,” ungkap Haji Anik dengan nada kecewa.
Namun, Kades Maralee membantah semua tuduhan tersebut. Saat dikonfirmasi, Harman menegaskan bahwa lahan yang dipermasalahkan masih ada dan sudah pernah dibahas ketika kasus ini dilaporkan ke Polsek Petasia sebelumnya. Bahkan, menurutnya, saat itu pihak kepolisian telah mengajak Haji Anik untuk turun langsung mengecek lahan, tetapi ajakan tersebut tidak ditanggapi.
“Lahan ini kan ada, sudah clear saat dilaporkan ke Polsek juga dan sudah di-BAP. Saat itu diajak untuk turun langsung melihat lahannya, tapi tidak mau. Nanti kita bisa cek langsung sama-sama lokasinya. Kalau soal sapi, itu hanya dititip dan ada dua ekor,” ujar Harman.
Harman juga menegaskan bahwa dirinya merasa dikriminalisasi dalam kasus ini. Ia bahkan menyatakan kesiapannya untuk mengembalikan uang pembelian lahan tersebut jika Haji Anik benar-benar merasa keberatan.
Namun, persoalan antara keduanya tidak berhenti di situ. Konflik juga merembet ke dugaan permasalahan nota pembelanjaan bahan-bahan kebutuhan rumah ibadah. Dalam hal ini, keduanya saling tuding mengenai keabsahan nota pembelian.
Ketiadaan komunikasi dari pihak Kades Maralee serta kurangnya bukti pendukung yang lengkap dari pihak Haji Anik membuat kasus ini semakin berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas. Dengan akan adanya pelaporan baru yang diajukan ke Polda Sulteng, kini kasus ini memasuki babak baru yang berpotensi menambah panjang perseteruan antara keduanya.
Penyelesaian kasus ini akan menentukan siapa yang benar dari perseteruan keduanya. Apakah akan berakhir di jalur damai atau justru semakin bereskalasi, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.